Langsung ke konten utama

DILAVER-12

🍒

Aver dan Lili sekarang berada di sebuah taman kota yang tak jauh dari komplek rumah Lili.

Aver berjalan ke arah taman sambil membawa bungkusan kipas angin yang dia beli tadi.

Dari kejauhan tampak sekumpulan anak-anak jalanan sedang berkumpul memegang sebuah buku tipis dan satu pensil di tangan mereka masing-masing.

"Hai bro!" sapa Aver dengan semangat.

"Hai Kak Aver," balas mereka semua menyerbu Aver dengan gembira.

Aver memeluk mereka semua dengan erat. Tampak senyum di wajahnya sangat tulus. Apalagi dengan salah satu anak perempuan berkuncir dua tersebut.

Aver mengelus rambut anak tersebut sambil mengucapkan sebuah kalimat yang jarang Lili dengar.

"Anak manis, anak manis. Disini banyak manusia menyukai anak manis. Kak Aver menyukai anak manis seperti kamu." Aver mencubit hidung anak perempuan tersebut dengan gemas.

Lili masih diam mematung memperhatikan Aver bersama anak-anak jalanan tersebut tengah bercanda ria.

"Kalian udah pada makan belum?" tanya Aver pada anak-anak tersebut.

"Udah Kak," jawab mereka dengan kompak.

"Alhamdulillah, kalau gitu Kakak punya sesuatu buat kalian semua," seru Aver menunjukkan plastik berisi kipas angin pada mereka semua.

"Wah! Mau Kak!" mereka semua menyerbu Aver.

"Eits! Tunggu dulu, Kakak akan kasih barang ini kalau kalian mau belajar sama Kakak dan jawab pertanyaan-pertanyaan Kak Aver."

"Okey," lagi-lagi mereka menjawab secara kompak.

Aver menggenggam tangan Lili mengikuti langkahnya ke arah bangku taman.

"Tapi, hari ini yang akan mengajari kalian adalah Kak Lili," ucap Aver menoleh ke arah Lili sambil tersenyum.

Lili membelalakkan kedua matanya saat Aver berkata seperti itu. Jujur, seumur-umur Lili tidak pernah menjadi guru ataupun tutor untuk orang lain. Dirinya saja kadang susah memahami materi di sekolah, apalagi untuk urusan semacam ini.

"Gila lo! Nggak mau gue." Lili melepaskan genggaman tangannya dari Aver.

Aver segera menyekap mulut Lili yang tak bisa menjaga tutur bahasanya di hadapan anak-anak.

"Jaga etika bisa nggak lo?!" Aver berbisik pada Lili dengan tegas.

Lili melepaskan sekapan tangan Aver dari mulutnya. Ia menatap mata Aver tajam sambil menggertakkan gigi-giginya.

"Gue mau pulang sekarang!" ucap Lili pergi meninggalkan tempat itu.

Aver dengan cepat menahan Lili. "Lo kenapa, sih?!"

"Kak Aver, kalau Kak Lili nggak mau ngajarin kita juga gapapa kok," ucap salah satu anak.

Aver dan Lili menoleh ke arah suara tersebut.

Ia lihat anak tersebut tampak sedih karena perdebatan kecil mereka berdua.

Aver melepaskan tangannya menahan Lili. Ia lalu berjalan ke tengah-tengah anak-anak tersebut.

"Oke, sekarang kita belajar hitung-hitungan." Aver mengeluarkan iPad miliknya.

Lili meninggalkan taman itu dengan cepat. Wajahnya menunjukkan semburat kekesalan yang masih ia simpan kepada Aver.

Dari kejauhan, Aver terus memperhatikan punggung Lili yang lama-kelamaan hilang dari pandangannya.

.

.

.

---Thank's For Reading---

°°°To Be Continue°°°

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DILAVER

4. Mereka berdua sama-sama tersenyum. Mengingat kejadian konyol di pantai kemarin. Pohon mangga belakang taman sekolah menjadi titik kumpul tempat tongkrongan Geng Venus. Dan saat ini hanya ada Aver dan Lili (gadis yang kemarin menolongnya di pantai). Mereka berdua mengobrol ditemani snack hasil jajanan di kantin sekolah tadi. "Jadi, lo kemarin-kemarin kemana aja?" tanya Aver menatap kedua mata Lili. "Gue nggak bisa bilang ke lo, ceritanya panjang." "Okey, no problem. Tapi, nanti lo bakal pindah lagi ke Jerman?" Lili balik menatap Aver dengan senyum di wajahnya. "Kemungkinan...," ucapnya. "Btw, tujuan lo bunuh diri kemarin karena apa?" tanya Lili tertawa. Aver malah tertawa balik mendengar pertanyaan dari gadis berambut hitam kecoklatan tersebut. "Emangnya gue kelihatan mau bundir, ya?" tanyanya balik. Lili mengerutkan keningnya dengan pertanyaan dari Aver. Lagi-lagi Aver tertawa melihat ekspresi Lili yang kebingungan namun me...

Antara Aku, Waktu & Memori

Aku teringat satu tahun lalu akan hal waktu, Berjalan beriringin bersama tangan yang berayun ditemani angin,  Suara klakson serta debu melengkapi suasana ibukota saat itu,  Hanya aku dan dia yang ada Sekarang yang kulihat,  Kulewati saat ini,  Tinggal sebuah memori yang masih tersimpan dirulung hati,  Membayangkan saat itu tawa ria,  Tanpa penganggu semesta,  Ataupun gedung yang menjulang tinggi,  Bahkan tugu monas, Serta st. Gondangdia adalah saksi memori, Yang ingin ku buang jauh ke dalam sumur tak berujung,  Jakarta, 24 Agustus 2019 F.A

DILAVER

3. Pasukan murid perempuan berseragam olahraga kuning memasuki area lapangan sekolah. Berbagai jenis wajah terlihat di sekeliling lapangan tersebut. Salah satu diantaranya anak perempuan dengan bandana di kepalanya menjadi pusat perhatian anak laki-laki yang sedang beristirahat. "Bro, siapa tuh?" tanya Gitran bernotaben wakil Geng Venus. Geng Venus adalah geng yang terkenal di Hirarki High School. Salah satunya karena para anggotanya yang tampan dan berstatus high class. Di lain hal, karena mereka mempunyai ketua geng yang keren, bijaksana dan antusias terhadap masalah-masalah sosial yang menyangkut sekolahnya. Namanya adalah Achiles Serkan Dilaver. Nama perpaduan dari dua negara hebat dengan arsitekturnya, yaitu Turki dan Yunani. Dengan resmi, geng ini dibentuk tanpa ada perselisihan antar anak-anak Hirarki. Anggotanya berjumlah 10 orang. Dua diantaranya teman masa kecil Aver, ketua Geng Venus. "Kayaknya ada anak baru bos." Aver yang sering kali dipanggil bos terse...